MENILIK
BABAD DERMAYU DARI BEBERAPA NASKAH KUNO
Oleh
: Ki Tarka Sutarahardja - Sanggar Aksara Jawa Indramayu
1.
Siapakah
Raden Wiralodra
1.1 Babad Dermayu
Babad Dermayu Naskah
Kertasmaya, yang dipublikasikan oleh Perpusnas 2011, menyebutkan. Pada awal
tembang Pupuh Sinom menceritakan asal-usul Raden Wiralodra, bahwa dahulu Nyi
Lara [S]Kelar menikah dengan Jaka Kuat putra Ratu Pajajaran, menurunkan putra
Mangkuyuda Mataram, menurunkan putra Ngabehi Wiraseca, berputra Tumenggung
Kartawangsa Mataram. Jika ditarik benang merah maka silsilah ini sampai kepada
Majapahit, ialah masih sanak kadang sedulur dengan Panembahan Ki Bethara yang
dimakamkan di Gunung Kumbang.
Kemudian menurunkan putra
Kanjeng Pangeran Adipati Lowano Bagelen, berputra Tumenggung Gagak Pernala
Bagelen, yang menurunkan 4 orang putra ;
1. Raden
Gagak Kumitir – Bagelen
2. Raden Gagak Wirajaya – Tanggelan
3. Raden
Gagak Pringgadipura
4. Raden
Wirahandaka – Karang Jati
Raden Gagak Kumitir
berputra Raden Wirakusuma, Banyu Urip. Kemudian
berputra Raden Gagak Singalodraka, Bagelen. Menurunkan empat orang putra ;
1. Raden
Wangsanegara
2. Raden
Wangsayuda
3. Raden
Wiralodra
4. Raden
Tanujaya
5. Raden
Tanujiwa
Pada suatu ketika Raden
Wiralodra bertafakur di Gunung Sumbing selama tiga tahun, dengan memadukan ilmu
syari’at, tarikat, hakikat dan ma’rifat menjadi satu maka pada suatu malam Jum’at
diperolehlah anugrah wangsit dari Allah Swt, “Agar membabad hutan kali cimanuk
yang berada di wilayah barat. Kelak setelah menjadi negara, akan ramai makmur dan
akan diduduki hingga sampai generasi ke tujuh”
1.2 Babad Bagelen
Penulis tidak menyebutkan
nama, hanya saja ia mencantumkan titi mangsa, “Tatkala menulis
mulai jam 12:00
malam Senin Manis Tanggal 5 Bulan Ramedhan Tahun Dal 1871 H. Menurut
penanggalan Bangsa Belanda, ialah tanggal 7 Oktober 1940. Salinan naskah ini
diawali dengan Tembang Asmarandhana, [seseorang dari Purworejo]”
Dari Sumber Babad Bagelen
[Arsip Perpusnas, Salemba Raya, Jakarta] menyebutkan bahwa Raden Wiralodra
masih trah dari Raja Majapahit. Syahdan
Garwa Ampiyan [Selir] Prabu Hayam Wuruk Majapahit menurunkan dua orang putra ;
Raden Jayakusuma dan Nyimas Ayu Sandiyah. Nyimas Ayu Sandiyah menikah dengan Ki
Manguyu Banyu Urip, menurunkan putri bernama Ni Pangran, Ni Pangran menikah
dengan Ki Wunut [nama desa] lalu menurunkan putra kembar. Anak pertama
perempuan [?] dan adiknya laki-laki [?], dari anak pertama itu kemudian menurunkan
dua orang putra ; Bagus Taka dan Bagus Singa. Setelah dewasa kedua putra itu
bekerja magang kepada Kyai Adipati Singaranu Mataram, atas jasanya menundukan
banteng peliharaan Sultan Agung yang sedang mengamuk, maka Sultan Agung
menjunjung derajat mereka berdua menjadi Mantri Domas dan dianugrahi gelar ; Bagus
Taka menjadi Mantri Prawiralodra atau disebut juga Wiralodra, dan adiknya menjadi
Mantri Singapati.
Setelahnya mendapatkan
anugrah, mereka berdua pulang ke Bagelen dan menginap semalam di rumahnya di
DESA NGANDONG. Selanjutnya Sultan Agung menitahkan kepada kedua Mantri Domas
untuk ikut menyerang Batavia bersama Panembahan Purbaya melalui jalan lautan.
Dalam misi penyerangan itu
Mataram mengalami kegagalan, maka pasukan ditarik mundur. Sementara itu
Wiralodra tidak ikut pulang, ia memilih untuk mencoba berdagang di
Betawi/Batavia. Sebelum mereka berpisah, saling berbagi pusaka, Raden Wiralodra
membawa Kyai Bangkelung dan Si Kerok Batok, dan adiknya membawa Kyai Panubiru
[pusaka leluhur Banyu Urip/Pangeran Jaya Kusuma], Si Pelus dan Si Tracak.
Singapati kembali ke Dusun
Ngandong, meneruskan posisi Mantri Domas. Setelah sepuh sakit-sakitan kemudian
atas kehendak sang prabu posisinya digantikan oleh putranya serta dijunjung
derajatnya menjadi Ki Tumenggung Wangsanegara I, rumah tinggalnya di Desa
Ngandong dan memerintah Domasan Bagelen. Kemudian kedudukannya digantikan oleh
putranya yang bernama Wangsanegara menjadi Tumenggung Bagelen dengan memakai
gelar seperti ayahanda, yaitu Tumenggung Wangsanegara II dan seterusnya.
1.3
Benarah
Raden Wiralodra dari Keturunan Majapahit?
Dari pemaparan silsilah
menurut kedua sumber Babad diatas, walaupun masing-masing babad menuliskan
silsilah yang berbeda namun bisa disimpulkan bahwa Raden Wiralodra berasal dari
Keturunan Raja Majapahit. Tentunya kita tidak dapat menerima begitu saja, masih
perlu penelusuran dan pembuktian akan keabsahannya. Semisal manakah yang benar,
dari garis Prabu Hayam Wuruk ataukah Prabu Brawijaya, tentu masih sangat perlu
sumber-sumber lain sebagai pembuktian. Kiranya Serat Sujarah Ingkang Sangking
Panengen Dumugi Karaton Tanah Jawi, Wiwit Kangjeng Nabi Adam, mungkin bisa
dijadikan salah satu rujukan. Serat berisikan Silsilah Brawijaya dan keturunannya itu di
terjemahkan oleh R.W. Laksitowandowo, Ngayogyakarta Hadiningrat tahun 2005.
Disamping ditelusur dari
naskah-naskah kuno, kita juga dapat mengamati pusaka peninggalan leluhur, dari
Babad Bagelen dan Babad Dermayu jika kita ramgkum maka Pusaka-pusaka yang
terkait dengan Raden Wiralodra adalah ; Kyai Bangkelung, Si Tracak, Cakra
Udaksana, Kyai Gagak Handaka, Kyai Gagak Pernala, Jubah Tambal, Oyod Mingmang
Weang Latamaosandi. Nah benda-benda pusaka itu sangat penting kedudukannya
serta perlu dikumpulkan untuk diuji kebenarannya, tentunya bisa melibatkan
banyak pihak. Namun untuk sebuah pembenaran langkah itu kiranya perlu ditempuh.
2.
Ki
Sidum Termasuk Leluhur Indramayu yang berjasa
Dalam perjalanannya
mencari hutan Cimanuk mendapatkan restu dari kedua orang tua serta ditemani
panakawan Kyai Tinggil, Raden Wiralodra berjalan menuju ke arah Barat dari
Bagelen. Walaupun penuh dengan rintangan namun tetap teguh untuk mencapai
cita2, perjumpaannya dengan Kidang Pananjung dari Pajajaran atau lebih dikenal
dengan sebutan Ki Buyut Sidum yang selalu memberikan petunjuk, akhirnya pada
sauatu ketika melalui perantara Kijang Kencana maka ditemukanlah hutan cimanuk.
Raden Wiralodra bersama Ki
Tinggil mulai membabad hutan mendirikan Padukuhan, setelah menjadi hamparan lahan
subur yang luas maka banyak orang-orang yang berdatangan dari berbagai negara dengan
maksud untuk menumpang hidup dengan bercocok tanan, membangun pemukiman dan
lain sebagainya.
Tentang Kidang Pananjung
atau Ki Sidum, Babad Galuh I menyebut bahwa ia adalah masih keturunan Prabu
Lingga Hyang Pajajaran, kala itu sang prabu memiliki seksual yang menyimpang sebab
wanita biasa tidak mampu untuk tidur bersama dengannya sehingga sang prabu
sampai berhubungan dengan binatang kidang, kidang hutanpun hamil setelah melahirkan
diberi nama Kidang Pananjung. Hal semacam itu sering tertulis dalam babad2 atau
legenda yang lain, semisal Dayang Sumbi berhubungan dengan Anjing Si Tumang,
kemudian mempunyai anak bernama Sangkuriang. Mungkin saja kidang betina ini
adalah sebuah perumpamaan sebutan bagi wanita tepis wiring [desa pinggir hutan]
atau wanita yang tinggal di hutan, sehingga pihak keluarga kerajaan yang merasa
malu dan lebih terhormat itu memberinya julukan kidang.
Dalam
Babad Galuh II disebutkan juga, bahwa masih keturunan dari Prabu Lingga Hyang
yang bernama Prabu Panawungan menguasai wilayah prayangan di Pakuan Kulon.
Kemudian Prabu Panawungan menurunkan putra bernama Kidang Pananjung.
Naskah
Keprabonan menuliskan, “Kang dadi pamongmonge Siliwangi saking rarene mula, tetelu. Wulucumbu Tedhak saking kang heyang, kang haran [1] Sang
Nulawas hiya Sang Carak Tuwa, ya Sang Lampung Jambul. Karo [2] Sang
Kidang Pananjung. [3] Sang Gelap Nyawang.” Terjemah bebas ; yang menjadi pengasuh Siliwangi
semenjak masih anak-anak adalah Panakawan yang masih merupakan keturunan dari
Eyang [Prabu Pajajaran], yang bernama ; 1] Sang Nulawas atau Sang Carak atau
Sang Lampung Jambul, 2] Sang Kidang
Pananjung, 3] Sang Gelap Nyawang.
Lontar Babad Darma Ayu Nagari, 26 lempir, salah satu
lempirnya menyebutkan ;
IKU
BUYUT SIDUM TIYANG KARIHIN
KIDANG
PANANJUNG KANG ASMA
PEJAJARAN
ASLI NEKI
TUMENGGUNG
SRI BADUGA
KANG
KATAH JASA HIREKI
Terjemah bebas ; adalah Buyut Sidum orang kuno, ia bernama
Kidang Pananjung yang berasal dari Pajajaran. [Seorang] Tumenggung Sri Baduga,
yang banyak jasanya.
3.
Nyi
Endang Darma
Pertemuan Raden Wirlodra dengan
Nyi Endang Darma walau sempat berselisih
gara2 gugurnya Pangeran Guru bersama keduapuluh empat murid-muridnya yang
berasal dari Palembang itu. Namun sebenarnya peran Nyi Endang Darma sungguh
besar dalam menumbuh kembangkan padukuhan sakulon kali Cimanuk. Kala itu
diperkenalkan pola bercocok tanam yang lebih maju, membatik, dan penca olah
kanuragan. Sebuah wilayah yang maju disamping mmemiliki lahan yang subur dan luas,
sudah barang tentu harus mempunyai hasil bumi yang melimpah dan masyarakat yang
tangguh.
Dalam
Naskah Babad Dermayu yang saya temukan/lihat dari ; Pamayahan, Tambi,
Kertasmaya, Kandang Haur, dan Rangdu Gedhe. Rata-rata menyebutkan bahwa Nyi
Endang Darma mencerburkan diri di tuk kali Cimanuk. Namun sesungguhnya apa yang
terjadi antara Raden Wiralodra dan Nyi Endang Darma, dua sumber menyebutkan ;
1.
Lontar Babad Darma Ayu Nagari
BENJANG
NYI ENDANG ING BESUK
DAUP
KAGARWA ING KRAMI
KALIAN
KI WIRALODRA …. (dua huruf)
ENGETA
ING PELING
ORAKENA
DEN CATURNA IKU
SA[k]E
PAMOALINYA INDANG DARMA NIPUN
NULYA
PUTRI NATA ANGGAYAKTI INGKANG SANES
Terjemah
bebas ; Kelak Nyi Endang berjodoh menikah dengan Ki Wiralodra, ingat-ingatlah
pada wasiat ini. Itu tidak boleh diceritakan, banyak pomali-nya
menceritakannya, kemudian [berganti nama] putri nata Anggayakti yang lain.
2.
Manuskrip Kulit Menjangan
KI
AGENG WIRALODRA
MAPAN
SAMPUN KAGUNGAN GARWI
DHAUP
LAWAN INDANG DARMA UTAWI RATU SAKETI
SANES
JENENG MALIH
NYI
GANDASARI RATU
SAMPUN
KAGUNGAN PUTRA
SAKAWAN
KATAH NEKI
PUTRA
PUTRA KALAWAN PUTRI PRIYA
Terjemah
bebas ; Ki Ageng Wiralodra telah beristri, berjodoh dengan Endang Darma atau
Ratu Sakti. Adapun nama yang lain lagi Nyi Ratu Gandasari. Bahkan telah
berputra banyaknya empat orang yaitu putra-putra dan putri priya.
Pada suatu ketika nama
padukuhan Cimanuk diresmikan menjadi sebuah negara bernama Dharma Ayu atau
Dermayu, dan Raden Wiralodra sendiri yang menjadi Ki Dalem ataupun Adipati
Pertama di sana, manuskrip kulit menjangan menyebutkan bahwa Raden Wiralodra
dinobatkan oleh Prabu Galuh Cakraningrat dengan gelar Prabu Indrawijaya. Tetapi
Nyi Endang Darma dalam Babad Dermayu dinyatakan menceburkan diri di tuk kali
cimanuk Gunung Papandayan, kemudian Raden Wiralodra tanpa disebutkan nama
istrinya menurunkan empat orang putra ; Raden Sutamerta, Raden Wirapati, Nyi
Ayu Inten dan Raden Driyantaka.
Sepeninggal Wiralodra
Pertama kemudian kedudukan diteruskan secara turun temurun oleh ; Raden
Wirapati Wiralodra II, Raden Sawerdi Wiralodra III, Raden Benggala Wiralodra
IV, Raden Benggali Dalem Singalodra, Raden Semangun Wiralodra V, Raden Krestal
Wiralodra VI, Raden Marngali Wirakusuma Wiralodra VII.
Adapun kemunduran Dermayu
dimulai pada generasi ke empat, pada waktu itu antara Raden Benggala dan
adiknya Raden Benggali saling berebut kekuasaan, adiknya begitu memaksa
menginginkan posisi Dalem. Perselisihan itu sampai melibatkan Kompeni di
Batavia, atas prakarsa Belanda kemudian jabatan Dalem digilir 3 tahun secara
bergantian. Raden Benggala terlebih dahulu menduduki jabatan Dalem Dermayu,
sedang adiknya sekeluarga dalam masa tunggu di bawa ke Batavia. Disana ia diperkenalkan
budaya barat serta diracuni akan moralnya, sehingga ketika menjadi Dalem jiwa
luhurnya pupus. Ia suka bersenang-senang tetayuban meronggengan, generasi
berikutnya lebih terpuruk sehingga
banyak pencurian dan kerusuhan bahkan pemberontakan.
Keterpurukan Dermayu
ternyata dimanfaatkan oleh Belanda dengan membantu pemadaman pemberontakan namun
juga meninggalkan catatan2 hutang yang tidak mungkin bisa dibayar, oleh itu
pihak Batavia berwenang bercampur tangan mengatur serta merombak sistem
pemerintahan, hingga kedudukan Dalem diubah menjadi Demang dan keluarga2 yang
lain ada juga yang dipekerjakan pada Instansi Mereka. Sebagai contoh Raden
Kartaudara Demang Lohbener itu dipekerjakan menjadi Upas BOM, ada juga yang
mendapat sebutan Demang Klektor [kolektor].
4.
Pemberontakan
Ki Bagus Rangin
Kira-kira pada masa
pemerintahan Wiralodra VI terjadilah pemberontakan Ki Bagus Rangin dan
kawan-kawan. Pemberontakan ini begitu populer dan mendapat dukungan dari
masyarakat luas sehingga pihak kompeni tidak mudah menangkapnya. Tentang
siapakah Ki Bagus Rangin, salah satu sumber silsilah kebagusan yang penulis
dapatkan dari Keluarga Ki Bagus Wangsakrama Anjatan, Indramayu. Menuliskan
bahwa putri dari Selir Sultan Cirebon kala masa itu menikah dengan Ki Buyut
Senteyom Majalengka kemudian menurunkan Ki Bagus Rangin. Silsilah Ki Bagus
Rangin terpampang juga pada dinding Situs Sumur Sindu, Sumber Jati Tujuh.
Ki Buyut Senteyom
merupakan ulama gedhe dari Demak yang menyebarkan Islam di Majalengka. Pada
saat itu di bumi Nusantara sedang terjadi kekacauan yang di sebabkan oleh
penjajahan Belanda, demi untuk melanggengkan kekuasaan di nusantara Belanda
mengadu domba pihak2 penguasa setempat, tidak luput juga terjadi konflik di Cirebon
dan Indramayu sebagai bawahannya.
Inilah yang membuat jiwa
besar Ki Bagus Rangin berontak, ialah tidak tinggal diam manakala hak2 rakyat
diinjak2 dan disengsarakan. Sudah barang tentu nama Ki Bagus Rangin melekat di
hati masyarakat, karena beliau adalah pejuang dan tokoh ulama yang dihormati.
Jejak2 persinggahan Ki Bagus Rangin sampai sekarang masih dapat ditelusuri
diantaranya ; Sumur Dalem terletak di sebelah Selatan Desa Amis, Alas Sinang, Rawa
Citra, terus hingga ke pegaden dan tempat2 bersejarah lainnya.
Daftar
Pustaka
1.
Babad Dermayu Naskah Pamayahan
2.
Babad Bagelen Naskah Perpusnas Jakarta
3.
Lontar Babad Darma Ayu Negari, Museum Pemda
4.
Manuskrip Kulit Menjangan, Museum Pemda
5.
Babad Cirebon Naskah Sindang, Ki Dulpari,
1862
6.
Silsilah Keluarga Ki Bagus Ade Suwandi,
Anjatan