Sunday, May 22, 2016

TURUN BAGAL APA TURUN WIJIL

Kata Bagal [Bagal Jagung] terkadang lebih ditujukan kepada sesuatu yang buruk, sebab setelah butiran-butiran biji jagung diambil [dikonsumsi] maka Bagal akan dibuang begitu saja, lama-kelamaan akan menjamur dan membusuk seperti sampah biasa. Namun para sepuh terkadang memaknai kata "Bagal" sebagai sebuah sindiran atau instrospeksi diri akan keberadaan dirinya dalam tatanan hidup bermasyarakat. Tak jarang juga kata "Bagal" digunaakan sebagai sebuah kenyataan dari wong cilik. Dalam dunia pewayangan kata Bagal juga masuk kedalam nama salah satu tokoh punakawan Para Pandawa di Negara Amarta. Bagal Buntung merupakan salah satu putra daripada Ki Semar [Sanghyang Munged] yang mempunyai waris Kedewatan [Kedudukan], tetapi ia bernasib menjadi punakawan saja.

Kata Turun Bagal atau Turun Wijil sering dimaknai sebagai ungkapan, sebagaimana seorang Wa Kaji bertutur, "Kita mah mader turun bagal, saya sih hanya keturunan dari orang biasa saja" Walaupun ia sudah menjadi seorang haji yang menpunyai kedudukan cukup lumayan terpandang di masyarakat, namun ia lebih menyadari bahwa menjadi seseorang itu tidak perlu neko-neko dalam hidup.

Adapun kata "Wijil" dalam turun wijil dimaksudkan untuk menyebut orang-orang yang berilmu pengetahuan dan mempunyai kedudukan martabat yang tinggi.Sifat daripada wijil [biji] itu jika diletakan/dibuang di bagian bumi manapun akan selalu tumbuh, Demikianlah sifat dan keberadaan orang yang berilmu berbudi luhur, ia akan tumbuh dan berkembang. Rupanya makna Turun Bagal dan Turun Wijil telah mengalami pergeseran, jika dahulu lebih dimaknai kepada sifat budi pekerti namun sekarang masyarakat lebih condong memaknainya dalam hal material, sehingga kurang memperhatikan norma-norma kesusilaan. Masa sih asal ada orang kaya dan sukses disebut turun wijil? padahal yang dikerjakannya adalah mungkin saja kurang patut menyandang sebagai turun wijil.