Tuesday, November 27, 2018

SADAT KALI CIMANUK INDRAMAYU

SADAT KALI CIMANUK

“Bismillahirrahmannirrahim
Isun angucapaken sadat cimanuk
Betara janur betara gagah prekosa
Betara budhigala ireng
Sang betara drubala putih
Sang betara sudhara putih
Gur arané amadh
Roh ilapi aranéng ilmu
Senyatanéng kudratullah kakasih ki siti wali
Byar padang maripaté ora hana kang hingkang ngaling-ngalingi
Sangsang sun, sun ngambah segara madu
Anna sakudhupéng melati
Ambuné aruma awangi
Kukus namanéng tinjo
Darabakan namaning bening
Gilang-gilang tanana ngadheg
Ratu sari Allah
Kanggo ngasih ing wong wangan
Dat héyang kongas sira singa ruteng
Embah sekar gubah
Sadattana ugerjati
Lungguh putung hujung gunung
Sun mentas hing linggar jati
Tés érang badanku allah
Muhamadh badanku allah
Kebut putih araning nyawah
Antel putih sagara sampurna
Nur caya nur iman bawang abang apa rasané

Legi sira sirna isun sampurna”

Banyak makna yang terkandung dalam Sadat Kali Cimanuk, serta bisa ditafsirkan dari berbagai sudut pandang. Dari segi hubungan antar wilayah kala dahulu, bisa saja Sadat ini merupakan Identitas Penghuni wilayah aliran Kali Cimanuk. Dari susunan kalimat, Sadat Cimanuk memiliki kearifan lokal. Contoh dengan mengambil kosa kata yang berlaku pada jaman dahulu, sebut saja kata "Betara" namun sepertinya tidak merujuk kepada tokoh pewayangan, "Betara" disini lebih kepada seseorang yang sangat dihormati karea ia telah dimuliakan olehNya. Sadat ini juga mengandung titah persatuan, "sira singa ruteng, kamu yang meneguhkan" juga merujuk pada ajaran tauhid.


Sumber Naskah : Ki Buyut Raksadipura, Margadadi
Pemilik : Ibu Dewi
    Bahan : Kertas Bergaris
   Aksra & Bahasa : Cacarakan / Cirebon - Dermayu




Sunday, November 25, 2018

Indramayu, Lontar Sukaurip, Balongan

Pusaka Desa Sukaurip Balongan

Kuwu Jahadi Suryana, menjadi pewaris pusaka peninggalan kuwu-kuwu sebelumnya. Secara bergantian warisan pusaka itu disimpan oleh kuwu yang menjabat, namun belum diketahui dengan jelas isinya. Ternyata warisan pusaka Kuwu Suka Urip, Kecamatan Balongan tersebut berupa Lontar dan Naskah Kuno.

Kuwu-kuwu sebelumnya begitu tertutup mengenai warisan pusaka tersebut sehingga tidak diketahui secara jelas isinya. bertahun-tahun Mas Asef Saifullah, SH berusaha mencari tahu mengenai isinya, dua tahun yang lalu Team SAJAKP  diundang secara khusus untuk ikut membantu membedar isinya itu. Dari dua kali kunjungan alhamdulillah mulai terkuak, ternyata Mantok Jambe itu berisi surat2 penting dari Residen Cirebon yang diberikan kepada Kuwu Sukaurip, dan beberapa lempir lontar. Sedang ditempat terpisah masih ada tumpukan lontar dan naskah kuno. Ditemukan angka tahun 1728, 1806, 1811, 1821.

Terdapat potongan-potongan informasi, keterangan yang terputus ini disebabkan telah terjadinya kerusanan2 daripada bagian baik lontar maupun naskah. Tetapi setidaknya dapatlah disimpulkan sebagai berikut :
1. Kuwu Sukaurip menyetor Upeti berupa beras dalam jumlah yang besar (Gantang) pada bulan dan tahun tertentu atas perintah Kompeni.
2. Surat Penghargaan dari Residen Cirebon kepada Kuwu Sukaurip, menyebutkan hasil bumi desa berupa ; padi/beras, kopi, dll
3. Menyebut beberapa nama blok di jaman dahulu
4. Tulisan Lontar sangat kental menggunakan wandan/model cirebonan kala itu.

Indramayu, Kabuyutan Jawa Dwipa

KABUYUTAN

Sekitar empat tahun yang lalu SAJAKP (Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung) diminta untuk membantu menstransliterasi 2 copy Naskah Kuno Majalengka, karena wandhan (model) aksara jawanya yang cukup rumit, maka baru bisa dikerjakan beberapa tahun berikutnya. Naskah pertama sudah selesai, belum selesai naskah kedua. Tiba-tiba kami dihubungi teman dari Sumedang untuk melihat keberadaan naskah warisan dari buyutnya itu.

Setelah kami berkunjung ke sana ternyata naskah kuno tersebut milik Ki Sura yang berasal dari Kuningan. Dalam naskah tersebut ada sebuah pesan, jika hendak membacanya hendaklah "Meleum Menyan". Membakar  kemenyan adalah tradisi kuna, selain untuk pengharum ruangan ternyata menyan juga bagus untuk terapi merangsang syaraf-syaraf otak yang positif. Naskah Haurngombong yang berjudul Kitab Waruga Gemet itu menyebutkan ; Prabu Galuh serta keturunannya dari bangsa lelembut dan manusia, rupaya hubungan dengan mahluk halus sudah terjelain sejak dahulu dan tercatat dalam beberapa naskah kuno, sebagaimana Babad Cirebon Naskah Sindang milik Ki Kuwu Luruh, Arya Kiban diiringi wadyabala dedemit, Babad Dermayu, ketika Ki Tinggil membakar kemenyan maka datanglah Kalacungkirng Hulubalang Lalanglang Jagat bertamu ke Kerajaan Siluman Pulomas. demikian juga dengan Carub Kanda Naskah Tangkil menceritakan serupa.

Waruga Gemet menceritakan penyebaran trah Ratu Galuh dari lelembut dan manusia yang menjadi penguasa dialamnya masing-masing. Bahkan ditengarai meski berbeda alam kedua trah itu menjalin persaudaraan sebagaimana layaknya manusia saling membantu sesama saudara. Trah dari Lelembut / Manusia ada yang mendapatkan gelar Sanghiyang atau Kabuyutan. sementara itu Naskah Kuno Majalengka berjudul Kitab Purwaning Jagat, ketiga naskah tersebut sepertinya berasal dari daerah yang saling berdekatan serta menggunakan gaya tulis dan bahasa (Cirebonan, sunda) yang hampir sama. Bisa disimpulkan menceritakan keturunan Ratu Sunda, (Prabu Galuh) hingga ke ; Cirebon, Telaga, Sumedang Larang, Sumur Bandung, Indramayu dan lain-lain.

Bagian kedua belas dari Carub Kanda menceritakan semua para Kabuyutan yang merupakan keturunan Galuh yang berbadan halus sehingga tidak terlihat oleh mata telanjang. Mereka hidup berbawur namun bukan beragama Islam tetapi ikut melindungi anak cucu manusia (keturunan Galuh, Pajajaran) sepulau Jawa. [hlm. 76] Mereka berbadan seperti peri, dedemit, merkayangan yang suka menampakan diri terhadap manusia. Melindungi kepada anak cucu yang menjadi raja-raja di Pulau Jawa, oleh karena itu haruslah diketahui akan nama-nama para Kabuyutan.   Mudah-mudahan saja menjadikan sawab lantaran keselamatan bagi perjalanan hudupmu. Yang tinggal di Pulau Jawa semuanya patut mendapatkan perlindungan, dijaga akan kedudukannya oleh para buyut yang masih merupakan trah Prabu Siliwangi. Para Kabuyutan itu ada yang tinggal di ; Talaga, Kuningan, Cirebon, yang juga masih keturunan dari Ratu Sunda.