Monday, February 1, 2016

AUMAN BENDE KI MACAN, MENANDAI GUGURNYA KI AGENG PENGGING





terjemah bebas Pupuh MEGATRU

1.      
2.       Tetapi hanyalah Ki Gedeng Pengging yang menolak menghadap raja, sebab ia sangat gentur tapabrata yang dipuja hanyalah Hyang Manon.
3.      Memohon agar dirinya bisa jumeneng menjadi raja yang berkuasa atas Pulau Jawa, tiada yang lain yang dilihat/dianutinya hanyalah Hyang Manon oleh itu ia membelakangi terhadap raja.
4.      Sementara itu Dewi Andayaningrat mengingatkan kepada suaminya agar mau menghadap ke negara Demak.
5.      Sebab Majapahit telah hancur, jadi tidak ada yang perlu diandalkan lagi sehingga masih bersikap menentang kepada Demak yang diayomi oleh para wali yang tak ter kalahkan.
6.      Tak lama kemudian datanglah utusan dari Demak, Jaksa Bentara berkata bahwa dirinya telah diperintahkan oleh Sinuhun Demak untuk memeriksa Ki Pengging yang tidak pernah terlihat seba menghadap raja.
7.      Barangkali sedang merasakan sakit sehingga sudah setahun lamanya tak terlihat menghadap raja. Padahal yang lainnya pada tunduk patuh kepada negara, hanyalah Ki Pengging yang tak ada dalam acara pasowanan.
8.      Setelah mendengar penuturan Ki Jaksa, Ki Ageng Pengging menjawab, “maaf hamba belum sempat sowanan, hamba sedang sibuk mengurus air yang kelak bisa disalurkan ke keraton”
9.      Ki Jaksa menyambung sabda, “syukurlah kalau begitu, tapi janganlah Ki Pengging berbohong sebab Sultan Demak kerabat wali, pasti penglihatannya waspada. [hlm. 264]
10.   Barangkali kelak tuan mendapat murka raja, pastilah akan dihukum mati” kemudian Jaksa Bentara berpamitan pulang kembali ke negara Demak. Namun setelah berselang setahun lamanya
11.    Ki Pengging belum juga seba menghadap ke negara Demak, kemudian segera diutuslah Ki Patih Wanasalam untuk mendatangi Ki Pengging. Maka berkatalah Ki Patih memeriksanya,
12.    “hei Ki Pengging, apakah kamu tidak mau menghadap ke Demak? Apa permintaanmu, mau alasan apalagi ? sudah dua tahun diberikan waktu kelonggaran, namun tetap tidak datang menghadap paduka raja”
13.   Ki Gedeng Pengging menjawab, “hamba terus sakit-sakitan, kalau sudah ada waktu pastilah hamba akan sowanan kepada sang raja”
14.   Ki Patih Wanasalam menyambung sabda, “janganlah sampai berbohong lagi, hingga kamu menemukan hukuman mati oleh para wali”
15.   Ki Patih telah beranjak pergi pulang kembali ke negara Demak, syahdan Ki Pengging telah mempunyai anak perempuan yang cantik. Orang-orang memanggilnya dengan sebutan
16.   Nyi Rara Sirayu yang kemudian disebut juga dengan nama Bibi Indang Kaduk Arum, setelah dewasa kemudian ada seorang perjaka tampan
17.   yang keluar dari pesisir, kemudian jejaka itu menelusuri sungai hingga datanglah ke Pengging. Ia terlihat tampan dan bercahaya bermaksud ingin mengabdi kepada Ki Ageng Pengging, yang langsung merasa suka.    
18.   Demikian juga dengan Dewi Andayaningrat sangat setuju sekali, jika jejaka yang baru datang itu diambil sebagai menantu saja. Ki Gedeng juga menyetujuinya jika mempunyai menantu yang tampan.
19.   Kemudian [hlm. 265] ditanya akan asal-usul, sang jaka menjawab, “hamba dahulunya berasal dari Cempa, putra dari Pandita Mustakim luhur.
20.  Sebabnya hamba datang ke sini, sewaktu hamba mandi di pinggir bengawan mendadak terbawa arus banjir hingga ke laut.
21.    Hamba kemudian mentas ke pantai menelusuri sungai hingga tiba dihadapan tuan, hamba bermaksud ingin mengabdi kepada Ki Ageng Pengging” Sang Dewi menyela,
22.   “Bapa Kyai sebaiknya aku ambil menantu saja, putri kita Nyi Kaduk Arum sudah dewasa dan saatnya untuk berumah tangga”
23.   Maka Jaka Bagus kemudian diambil menantu oleh Ki Pengging, maka bertemulah jodoh wanita ayu bersama dengan lelaki tampan.
24.  Lama-lama kemudian Nyi Indang mengandung sudah tiga bulan, pada suatu hari sang jaka berada di paturon, tempat tidur.
25.   Ia tertidur nyenyak mendengkur sampai siang hari tirai kelambu masih tertutup, Nyi Indang sudah terbangun dari pagi. Setelah sekian lama kemudian menengok suaminya,
26.  Kelambu disingkapnya, begitu dilihat ada seekor buaya terbujur sedang tiduran.
27.   Nyi Indang menjerit histeris lalu berlarian melaporkan kejadian aneh kepada sang rama. Kemudian Ki Ageng Pengging memeriksa menantunya yang telah berubah wujud menjadi buaya diatas pembaringan.
28.  Dewi [hlm. 266] Andayaningrat segera memanggil sanak keluarga, mereka diberitahu bahwa menantunya telah berbah menjadi siluman diatas pembaringan.
29.  Maka salah seorang keluarga yang sudah sepuh berpesan agar kejadian memalukan ini jangan sampai terdengar oleh orang banyak.
30.  Lebih baik aib itu ditutupi saja, adapun kelak jika kandungan Nyi Indang lahir maka si jabang bayi agar diakui saja
31.   sebagai anak Ki Pengging. Kejadian ini akan ditutup rapat, kelak akan dimashurkan  bahwa Ki Pengging punya anak lagi.
32.   Ki Ageng Pengging telah sepakat apa yang diusulkan sanak keluarganya, namun ia bingung dengan menantu yang telah menjadi seekor buaya. Bagaimana kesepakatan keluarga, apakah akan dibunuh
33.  atau dibuang ke sungai. Maka keluarganya sepakat agar janganlah sampai ramai terdengar tetangga, nanti malam buaya itu supaya digotong saja
34.  dibuang ke bengawan gede. Rempug keluarga telah sepakat, begitu malam tiba buaya itu dibuang ke bengawan hingga hilang tertelan air.
35.  Ki Gedeng Pengging merasa suka hati atas hilangnya yang membuat rasa khawatir memalukan. Dewi Andayaningrat tertawa lebar, “hamba tidak menyangka jika Jaka Pekik itu seekor buaya,
36.  sekarang hamba sangat menyesal atas kejadian ini, hanya kekhawatiranku kelak jika jabang bayi lahir akan terlihat jelas
37.  barangkali [hlm. 267] melahirkan seekor menyawak” maka salah seorang sanak keluarga menjawab, “jangan merasa khawatir, jika melahirkan bukan bayi manusia
38.  maka kita buang saja ke bengawan. Biar mengikuti ayahnya, tapi jika lahir bayi manusia maka akan mengikuti ibunya.
39.  Kelak kita mashurkan bayi itu merupakan putra Ki Ageng Pengging” maka rempugan itupun telah berakhir. Pada suatu ketika kandungan tiba waktunya,
40. melahirkan jabang bayi laki-laki yang sangat tampan manis, sang bayi terlihat mengelurakan cahaya mancur menerangi bagaikan cahaya nurbuat keprabon.
41.   Telah tersiar kabar bahwa Ki Gedeng Pengging menurunkan putra lagi yang diberi nama Jaka Tingkir, di wilayah Pengging tiada yang dapat membandingi keelokannya.
42.  Keluarga sangat sukacita menyambutnya, tak lama kemudian datanglah utusan dari negara Demak. Kali ini Sunan Kudus menjadi utusan raja,
43.  Jeng sunan nampak perkasa dan gesit untuk mengimbangi lawan.  Begitu tiba  segera bertanya, “hei kemit, segera beritahukan kepada gustimu! Telah datang utusan dari negara Demak
44. Atau utusan dari raja langit” Maka penjaga segera memberitahukan kepada Ki Ageng Pengging, yang menyuruh agar
45.  tamunya itu masuk saja. Sunan Kudus segera memasuki ruang Ki Ageng Pengging yang sedang duduk berada dalam tempat yang ditabiri dengan kelambu rangkap dua.
46. Ki Gedeng Pengging nampak duduk diam tak bergeming, maka Sunan Kudus [hlm. 268] berkata lantang, “hei Gedeng Pengging, kamu telah membangkang kepada ratu adil, aku akan menghukummu
47.  Atas perintah hukum raja. Jika kamu mengelak lagi tidak mau berangkat menghadap kepada raja bersama-sama denganku pergi ke negara Demak”  Ki Pengging menjawab perlahan,
48. “selamat datang Jengandika Sunan Kudus, perlu Jengandika ketahui bahwa semua prillaku tidaklah hamba bergerak pergi dari tempat tinggal hamba kecuali dengan restu Hyang Maha Agung. Jengandika telah mengetahui, walaupun tuan datang dihadapan hamba. Namun hamba tetap tak bergeser sedikitpun, pastilah mengerti jika tuan benar-benar linuwih”
49. Maka Sunan Kudus segera menghunus badiknya, kemudian segera dihujamkan. Ujung badik itu mengenai sikut Ki Pengging, maka dalam sekali tarikan napas nyawa Ki Ageng telah melayang.
50.  Begitu Ki Gedeng Pengging tergeletak mati, Sunan Kudus pun keluar dari kamar Ki Ageng dan pergi dengan diringin suara Bareng Ki Macan yang terus ditabuh prajurit pengiring.
51.   Sebagai pertanda bahwa Sunan Kudus telah unggul, maka sanak keluarga Ki Ageng Pengging pada menangis hingga geger gemuruh, sebagian lagi mengejar mengikuti arah kepergian barisan Sunan Kudus dengan maksud hendak belapati.
52.   Mereka mengejar suara Bareng Ki Macan, namun suara bareng seperti berada di sebelah Selatan bageitu dikerjar ternyata terdengar suaranya berada di Utara, begitulah keutamaan Bende Ki Macan.
53.  Jadi orang-orang yang menyusul ke arah Selatan tidak menemukan barisan musuh, sebab barisan Sunan Kudus menuju ke arah Utara. Rombongan Sunan Kudus  terus melaju hingga sudah datang di Keraton Demak.
54.   Segera dilaporkan kepada Sultan Demak bahwa  [hlm. 269] Ki Ageng Pengging telah gugur karena telah dijatuhi hukuman mati sesuai dengan hukum nabi, yang dikenakan bagi orang yang melawan raja.
55.  Sesuai dengan hukum syari’at Kangjeng Rasul, Sultan Demak merasa suka cita demi melihat Sunan Kudus telah berhasil melaksanakan tugasnya dengancukup sekali bekerja.

1 comment: