terjemah bebas Pupuh MEGATRU
1.
2. Tetapi hanyalah Ki Gedeng
Pengging yang
menolak menghadap raja, sebab ia sangat gentur tapabrata yang dipuja hanyalah
Hyang Manon.
3. Memohon agar dirinya bisa
jumeneng menjadi raja yang berkuasa atas Pulau Jawa, tiada yang lain yang
dilihat/dianutinya hanyalah Hyang Manon oleh itu ia membelakangi terhadap raja.
4. Sementara itu Dewi Andayaningrat mengingatkan kepada suaminya
agar mau menghadap ke negara Demak.
5. Sebab Majapahit telah hancur,
jadi tidak ada yang perlu diandalkan lagi sehingga masih bersikap menentang
kepada Demak yang diayomi oleh para wali yang tak ter kalahkan.
6. Tak lama kemudian datanglah
utusan dari Demak, Jaksa Bentara berkata bahwa dirinya telah diperintahkan oleh
Sinuhun Demak untuk memeriksa Ki Pengging yang tidak pernah terlihat seba
menghadap raja.
7. Barangkali sedang merasakan
sakit sehingga sudah setahun lamanya tak terlihat menghadap raja. Padahal yang
lainnya pada tunduk patuh kepada negara, hanyalah Ki Pengging yang tak ada
dalam acara pasowanan.
8. Setelah mendengar penuturan Ki
Jaksa, Ki Ageng Pengging menjawab, “maaf hamba belum sempat sowanan, hamba
sedang sibuk mengurus air yang kelak bisa disalurkan ke keraton”
9. Ki Jaksa menyambung sabda,
“syukurlah kalau begitu, tapi janganlah Ki Pengging berbohong sebab Sultan
Demak kerabat wali, pasti penglihatannya waspada. [hlm. 264]
10. Barangkali kelak tuan mendapat
murka raja, pastilah akan dihukum mati” kemudian Jaksa Bentara berpamitan
pulang kembali ke negara Demak. Namun setelah berselang setahun lamanya
11. Ki Pengging belum juga seba menghadap ke negara Demak, kemudian
segera diutuslah Ki Patih
Wanasalam untuk
mendatangi Ki Pengging. Maka berkatalah Ki Patih memeriksanya,
12. “hei Ki Pengging, apakah kamu tidak mau menghadap ke Demak? Apa
permintaanmu, mau alasan apalagi ? sudah dua tahun diberikan waktu kelonggaran,
namun tetap tidak datang menghadap paduka raja”
13. Ki Gedeng Pengging menjawab,
“hamba terus sakit-sakitan, kalau sudah ada waktu pastilah hamba akan sowanan
kepada sang raja”
14. Ki Patih Wanasalam menyambung sabda, “janganlah sampai berbohong lagi,
hingga kamu menemukan hukuman mati oleh para wali”
15. Ki Patih telah beranjak pergi
pulang kembali ke negara Demak, syahdan Ki Pengging telah mempunyai anak
perempuan yang cantik. Orang-orang memanggilnya dengan sebutan
16. Nyi Rara Sirayu yang kemudian disebut juga dengan nama Bibi Indang Kaduk Arum, setelah dewasa kemudian ada
seorang perjaka tampan
17. yang keluar dari pesisir,
kemudian jejaka itu menelusuri sungai hingga datanglah ke Pengging. Ia terlihat
tampan dan bercahaya bermaksud ingin mengabdi kepada Ki Ageng Pengging, yang langsung merasa suka.
18. Demikian juga dengan Dewi Andayaningrat
sangat setuju sekali, jika
jejaka yang baru datang itu diambil sebagai menantu saja. Ki Gedeng juga
menyetujuinya jika mempunyai menantu yang tampan.
19. Kemudian [hlm. 265]
ditanya akan asal-usul, sang
jaka menjawab, “hamba dahulunya berasal dari Cempa, putra dari Pandita Mustakim
luhur.
20. Sebabnya hamba datang ke sini,
sewaktu hamba mandi di pinggir bengawan mendadak terbawa arus banjir hingga ke
laut.
21. Hamba kemudian mentas ke
pantai menelusuri sungai hingga tiba dihadapan tuan, hamba bermaksud ingin
mengabdi kepada Ki Ageng Pengging” Sang Dewi menyela,
22. “Bapa Kyai sebaiknya aku ambil
menantu saja, putri kita Nyi Kaduk Arum sudah dewasa dan saatnya untuk berumah
tangga”
23. Maka Jaka Bagus kemudian
diambil menantu oleh Ki Pengging, maka bertemulah jodoh wanita ayu bersama
dengan lelaki tampan.
24. Lama-lama kemudian Nyi Indang
mengandung sudah tiga bulan, pada suatu hari sang jaka berada di paturon,
tempat tidur.
25. Ia tertidur nyenyak mendengkur
sampai siang hari tirai kelambu masih tertutup, Nyi Indang sudah terbangun dari
pagi. Setelah sekian lama kemudian menengok suaminya,
26. Kelambu disingkapnya, begitu
dilihat ada seekor buaya terbujur sedang tiduran.
27. Nyi Indang menjerit histeris lalu berlarian melaporkan kejadian aneh
kepada sang rama. Kemudian Ki
Ageng Pengging memeriksa menantunya yang telah berubah wujud menjadi buaya diatas
pembaringan.
28. Dewi [hlm. 266]
Andayaningrat segera
memanggil sanak keluarga, mereka diberitahu bahwa menantunya telah berbah
menjadi siluman diatas pembaringan.
29. Maka salah seorang keluarga
yang sudah sepuh berpesan agar kejadian memalukan ini jangan sampai terdengar
oleh orang banyak.
30. Lebih baik aib itu ditutupi
saja, adapun kelak jika kandungan Nyi Indang lahir maka si jabang bayi agar
diakui saja
31. sebagai anak Ki Pengging. Kejadian ini akan ditutup rapat, kelak akan dimashurkan
bahwa Ki Pengging punya anak
lagi.
32. Ki Ageng Pengging telah sepakat apa yang diusulkan sanak keluarganya,
namun ia bingung dengan menantu yang telah menjadi seekor buaya. Bagaimana
kesepakatan keluarga, apakah akan dibunuh
33. atau dibuang ke sungai. Maka
keluarganya sepakat agar janganlah sampai ramai terdengar tetangga, nanti malam
buaya itu supaya digotong saja
34. dibuang ke bengawan gede.
Rempug keluarga telah sepakat, begitu malam tiba buaya itu dibuang ke bengawan
hingga hilang tertelan air.
35. Ki Gedeng
Pengging merasa suka hati atas hilangnya yang membuat rasa khawatir
memalukan. Dewi Andayaningrat tertawa lebar, “hamba tidak menyangka jika Jaka
Pekik itu seekor buaya,
36. sekarang hamba sangat menyesal
atas kejadian ini, hanya kekhawatiranku kelak jika jabang bayi lahir akan terlihat
jelas
37. barangkali [hlm.
267] melahirkan seekor menyawak” maka salah seorang sanak keluarga menjawab, “jangan
merasa khawatir, jika melahirkan bukan bayi manusia
38. maka kita buang saja ke
bengawan. Biar mengikuti ayahnya, tapi jika lahir bayi manusia maka akan
mengikuti ibunya.
39. Kelak kita mashurkan bayi itu
merupakan putra Ki Ageng Pengging” maka rempugan itupun telah berakhir. Pada
suatu ketika kandungan tiba waktunya,
40. melahirkan jabang bayi
laki-laki yang sangat tampan manis, sang bayi terlihat mengelurakan cahaya
mancur menerangi bagaikan cahaya nurbuat keprabon.
41. Telah tersiar kabar bahwa Ki
Gedeng Pengging menurunkan putra lagi yang diberi nama Jaka Tingkir, di wilayah
Pengging tiada yang dapat membandingi keelokannya.
42. Keluarga sangat sukacita menyambutnya,
tak lama kemudian datanglah utusan dari negara Demak. Kali ini Sunan Kudus
menjadi utusan raja,
43. Jeng sunan nampak perkasa dan
gesit untuk mengimbangi lawan. Begitu tiba segera
bertanya, “hei kemit, segera beritahukan kepada gustimu! Telah datang utusan
dari negara Demak
44. Atau utusan dari raja langit”
Maka penjaga segera memberitahukan kepada Ki Ageng Pengging, yang menyuruh agar
45. tamunya itu masuk saja. Sunan
Kudus segera memasuki ruang Ki Ageng Pengging yang sedang duduk berada dalam
tempat yang ditabiri dengan kelambu rangkap dua.
46. Ki Gedeng Pengging nampak duduk diam tak
bergeming, maka Sunan Kudus [hlm. 268] berkata lantang, “hei Gedeng
Pengging, kamu telah membangkang kepada ratu adil, aku akan menghukummu
47. Atas perintah hukum raja. Jika
kamu mengelak lagi tidak mau berangkat menghadap kepada raja bersama-sama
denganku pergi ke negara Demak” Ki Pengging menjawab perlahan,
48. “selamat datang Jengandika Sunan Kudus, perlu
Jengandika ketahui
bahwa semua prillaku tidaklah hamba bergerak pergi dari tempat tinggal hamba kecuali dengan restu Hyang Maha Agung. Jengandika telah mengetahui,
walaupun tuan datang dihadapan hamba. Namun hamba tetap tak bergeser
sedikitpun, pastilah mengerti jika tuan benar-benar linuwih”
49. Maka Sunan Kudus segera menghunus badiknya, kemudian segera dihujamkan.
Ujung badik itu mengenai sikut Ki Pengging, maka dalam sekali tarikan napas
nyawa Ki Ageng telah melayang.
50. Begitu Ki Gedeng Pengging tergeletak mati, Sunan Kudus
pun keluar dari kamar Ki Ageng dan pergi dengan diringin suara Bareng Ki Macan
yang terus ditabuh prajurit pengiring.
51. Sebagai pertanda bahwa Sunan
Kudus telah unggul, maka sanak keluarga Ki Ageng Pengging pada menangis hingga
geger gemuruh, sebagian lagi mengejar mengikuti arah kepergian barisan Sunan
Kudus dengan maksud hendak belapati.
52. Mereka mengejar suara Bareng
Ki Macan, namun suara bareng seperti berada di sebelah Selatan bageitu dikerjar ternyata terdengar suaranya berada di Utara, begitulah
keutamaan Bende Ki Macan.
53. Jadi orang-orang yang menyusul
ke arah Selatan tidak menemukan barisan musuh, sebab barisan Sunan Kudus menuju
ke arah Utara. Rombongan Sunan Kudus terus melaju hingga sudah datang di Keraton Demak.
54. Segera dilaporkan kepada
Sultan Demak bahwa [hlm. 269] Ki Ageng Pengging telah gugur karena telah
dijatuhi hukuman mati sesuai dengan hukum nabi, yang dikenakan bagi orang yang
melawan raja.
55. Sesuai dengan hukum syari’at Kangjeng Rasul, Sultan Demak merasa suka cita demi melihat Sunan Kudus telah berhasil
melaksanakan tugasnya dengancukup sekali bekerja.
Menarik Yut ;)
ReplyDeleteNgobrol nya di FB yaa :D