MASA
SILAM INDRAMAYU MENURUT KACAMATA NASKAH KUNO
Ki
Tarka Sutarahardja – Sanggar Aksara Jawa Indramayu
I.
BABAD
DERMAYU
Siapakah
Raden Wiralodra? Utuk mengungkap jati diri leluhur Indramayu ini maka munculah pendapat
pro dan kontra. Di dalam beberapa Babad Dermayu yang tersebar di masyarakat
[Pamayahan, Kandang Haur, Tambi, Randu Gede] disebutkan bahwa Raden Wiralodra
adalah putra dari Raden Gagak Singalodraka Adipati Bagelen yang terletak di
wilayah Purworejo Jawa Tengah.
Sementara
Babad Dermayu Naskah Kertasmaya, alih aksara oleh dr. R. Bambang Irianto, BA
dan Muhamad Mukhtar Zeidin yang diterbikan Perpusnas, Jakarta. Alur ceritanya
sejalan dengan Babad Dermayu Koleksi Naskah Kuno dari Mesium Sri Baduga Bandung
(dalam proses alih aksara), dan Babad Dermayu Naskah Pamayahan milik saya
sendiri (2005).
Sebagaimana
telah diketahui bahwa Raden Wiralodra dan Ki Tinggil mencari Kali Cimanuk atas
dasar wangsit yang telah diterimanya sewaktu bertafakur di Gunung Sumbing, ia
mendapatkan wangsit untuk membabad dan membuka padukuhan di hutan tersebut.
Atas Petunjuk Ki Sidum kemudian mereka berdua menemukan tempat tujuan dan
membangun pedukuhan di sana. Tentang Ki Sidum, di dalam lontar Babad Dharma Ayu
Nagari menyebutkan ;
IKU BUYUT SIDUM
TIYANG KARIHIN Buyut
Sidum adalah orang dahulu
KIDANG PANANJUNG KANG ASMA Namanya Kidang
Pananjung
PEJAJARAN ASLI NEKI Asli
dari Pajajaran
TUMENGGUNG SRI BADUGA Tumenggung
Sri Baduga
KANG KATAH JASA
HIREKI Yang
banyak jasa-jasanya
Semenatara
itu Dalam Babad Galuh I, yang disalin mulai hari Senin Wage bulan 2 tanggal 9,
tahun Be 1280 H (Penulis, Anonim) menyebutkan bahwa Kidang Pananjung adalah
putra dari Prabu Linggahiang, Pakuan Pajajaran. Kidang Pananjung masih bersudara
dengan Menjangan Gumarang (dari lain ibu). Situs tentang Ki Sidum terdapat di beberapa
tempat seperti ; Pasekan, Temiangsari, Ligung, dan sangat dimungkinkan masih
ada di tempat-tempat lain.
Raden
Wiralodra dan Nyi Endang Darma bersama-sama membangun padukuhan Cimanuk, dalam
babad itu disebutkan pada sebuah adu kedigjayaan, antara Nyi Endang Darma
dengan Raden Wiralodra berkhir dengan tragis. Nyi Endang Darma menolak menikah
dengan Raden Wiralodra yang akhirnya ia menceburkan diri di tuk Kali Cimanuk
Gunung Papandayan. Nyi Endang Darma sempat berpesan agar kelak jika telah
menjadai negara Padukuhan Cimanuk itu supaya diberi nama menjadi Dharma Ayu
sebagai kenangan atas dirinya. Nama Dharma Ayu kemudian berubah menjadi
Dermayu.
Namun
Sumber lain berupa Lontar Babad Dharma Ayu Nagari dan Manuskrip Kulit
Menjangan, keduanya menyebutkan selaras ;
Lontar Babad
Dharma Ayu Nagari
BENJANG NYI ENDANG
ING BESUK Kelak
Nyi Endang Darma
DAUP KAGARWA ING KRAMI Menikah
berjodoh
KALIAN KI
WIRALODRA …. (tidak terbaca) Dengan
Ki Wiralodra
ENGETA ING PELING Namun
agar diingat
ORAKENA DEN
CATURNA IKU Tidak
beloh diceritakan
SAKE PAMOALINYA
INDANG DARMA NIPUN Banyak pomalinya
NULYA PUTRI NATA ANGGAYAKTI INGKANG SANES kemudian berganti nama menjadi
Putri Nata Anggayakti
Manuskrip Kulit Menjangan
KI AGENG WIRALODRA Ki
Ageng Wiralodra
MAPAN SAMPUN KAGUNGAN GARWI Telah
mempunyai istri
DHAUP LAWAN INDANG DARMA UTAWI RATU
SAKETI Menikah dengan Endang Darma
[Ratu Saketi]
SANES JENENG MALIH Adapun
nama lainnya
NYI GANDASARI RATU Nyi
Ratu Gandasari
SAMPUN KAGUNGAN PUTRA Telah
mempunyai putra
SAKAWAN KATAH NEKI sebanyak
empat orang
PUTRA PUTRA KALAWAN PUTRI PRIYA Dua lelaki,
perempuan, laki-laki
Sedangkan dalam Babad Dermayu yang tersebar
dimasyarakat menyebutkan bahwa Dalem Wiralodra [I] tanpa menyebutkan nama garwa
telah mempunyai empat orang putra ; Raden Sutamerta, Raden Wirapati, Nyi Ayu
Inten dan Raden Driyantaka. Yang jadi pertanyaan adalah mengapa jatidiri Garwa
Dalem Dermayu itu disembunyikan, menurut pendapat saya berdasarkan telaah yang
ada, sebab pada saat itu terjadi pergolakan politis perang Galuh Cirebon, serta
atas perintah Rama Singalodra Bagelen untuk menangkap hidup ataupun mati Nyi
Endang Darma yang telah menyebabkan gugurnya Pangeran Guru Palembang bersama
kedua puluh empat murid-muridnya. Hal ini terserat pada kalimat lontar, “engeta
ing peling, ora kena den caturena iku, sake pamoalinya Indang Darma nipun.”
II
BABAD BAGELEN
Sedangkan
menurut Babad Bagelen yang telah dialih aksarakan pada tanggal 7 Oktober 1940 (penulis
anonim), naskah ini merupakan koleksi PERPUSNAS Jakarta, disebutkan bahwa
leluhur Raden Wiralodra adalah masih dari garis trah Prabu Hayam Wuruk
Majapahit, yang kemudian mewariskan
tahtanya kepada Prabu Bratanjung Brawijaya II. Dari salah satu garwa selir
Prabu Hayam Wuruk menurunkan dua orang
putra, yaitu Raden Jaya Kusuma [Banyu Urip] dan adiknya yang bernama Nyimas Sandiyah.
Selanjutnya Nyimas Sandiyah menikah dengan Ki Manguyu [Bagelen].
Dari
perkawinannya itu melahirkan seorang putri yang diberi nama Ni (Nyai) Pangran,
ia kemudian menikah dengan seseorang dari
(desa) Wunut. Ni Pangran mempunyai anak kembar perempuan dan adiknya laki-laki
(nama tidak disebutkan). Selanjutnya anak Ni Pangran itu kemudian menurunkan
dua orang putra (cucu Nyi Pangran) yang diberi nama Bagus Taka dan Bagus Singa.
Setelah dewasa mereka berdua bekerja kepada Kyai Adipati Singaranu Kyana Patih
Mataram.
Atas
jasanya setelah dapat menundukan banteng peliharaan Sultan Agung yang sedang
mengamuk, kemudian kedua pemuda itu dianugrahi derajat menjadi Mantri Domas
dengan diganjar cacah Domas (kademangan, Desa). Bagus Taka dianugrahi gelar
Mantri Prawiralodra [Wiralodra], dan adiknya Mantri Singapati. Setelah
mendapatkan ganjaran kedudukan itu kemudian mereka pulang ke Bagelen, dan
bermalam di Desa Ngandong.
Setelah
itu kedua mantri tersebut mendapatkan tugas untuk ikut menyerbu Kompeni ke
Batavia bersama Panembahan Purbaya dengan melewati jalan lautan, sedangkan
Pangeran Mandurareja melewati jalan darat. Namun misi penyerbuan ini menemui
kegagalan sehingga pasukan ditarik mundur, dan Pangeran Mandurareja mendapat hukuman
mati di Kaliwungu dengan tidak diketahui sebab-sebab ataupun alasannya secara
jelas. Sementara itu Raden Wiralodra tidak ikut pulang bersama adiknya, dengan
berbekal keris pusaka Ki Bangkelung, dan Si Kerok Batok ia akan mencoba
berkelana [berdagang] di Batavia. Setelah berbagi bekal pusaka dengan kakaknya
kemudian Singapati [mendapatkan bagian keris
pusaka Si Tracak dan Kangjeng Kyai Panubiru] pulang kembali bersama Panembahan
Purbaya untuk mengabdi kepada Sultan Agung, akhirnya iapun menjadi tersohor.
Dari
cerita Babad Dermayu dan Babad Bagelen, terjadi miskomunikasi rentang waktu
mengenai kehidupan sang tokoh. Babad Dermayu menyebutkan bahwa Raden Wiralodra
hidup pada jaman bahkan sempat berguru kepada Sunan Gunung Jati Cirebon,
sementara itu Manuskrip Kulit Menjangan juga mencatat bahwa pengesahan
kedudukan Raden Wiralodra di Negara Dermayu bergelar Prabu Indrawijaya itu
dinobatkan oleh Prabu Cakraningrat Galuh.
Sedangkan
Babad Bagelen jelas mencatat bahwa Raden Wiralodra itu hidup pada masa Sultan
Agung Mataram. Demikianlah sebuah Babad yang terkadang berbenturan antara satu
dengan versi lainnya, tetapi menurut saya ini saling menguatkan bahwa Raden
Wiralodra bukanlah tokoh legenda ataupun fiktip, kenyataanya menang ada. Hal
ini dapat dibuktikan dari penyebuatan dari beberapa sumber Babad yang berbeda.
III.
KALI CIMANUK DARI MASA KE MASA
Kali Cimanuk dikenal semenjak Jaman Kerajaan Tarumanegara
Abad IV, hal ini disebutkan dalam Naskah Pangeran Wangsakerta “Pustaka
Pararatwan I Bumi Jawa Dwipa, Sargah Pertama” menyebutkan ; // masa telungatus telung puluh lima / ikang
sakakala yata / angwagusi lawan amateguh atut tira ning sarasah nadi / (Hlm 122) athawa manukrawa nadi
ngaranya wanéh //
Terjemah bebas ; Pada tahun
335 Sakakala adalah memperbaiki dan memperkuat disepanjang pinggiran kali
Sarasah atau nama lainnya Kali Manuk Rawa. Sejaman dengan Kerajaan
Tarumanegara, di Indramayu telah ada Kerajaan Manuk Rawa yang diperintah oleh
Prabu Welut Braja. Namun kami masih belum menemukan sumber-sumber [naskah]
tertulis mengenai kerajaan tersebut.
// Ring samangkana sang
maharaja sedeng ira gering / matangyan sang purnawarman motus ring sang
mahamentri lawan pirang siki rajya matya / sang sénapati sarwwajala / sang tanda, sang juru, sang adhyaksa lawan sangkep somering
nira / tekan mahawan prahwa geng / mapan sira mangawaki sang maharaja magaway /
angaskara mwang kapwa jti //
Terjemah bebas ; tatkala itu
Sang Maharaja sedang sakit, kemudian Sang Purnawarman mengutus Maha Menteri
dengan disertai orang-orang dari bebrapa nagara, Sang Senapati sarwwajala [laut?], Sang Tanda, Sang Juru, Sang Adiyaksa [Inspektur,
Pengawas] bersama dengan para pengirinya. Rombongan pergi dengan menunggang
perahu besar [kapal], mereka atas nama Sang Maharaja membuat Mercu Suar secara
bersama-sama.
Kerajaan Tarumanegara memperkokoh Kali Sarasah
[Sekarang disebuat Cimanuk] bertujuan untuk memperluas wilayah salah satunya menaklukan
Raja Wiryabanyu dari Kerajaan Indraprahasta [terletak wilayah Cirebon]. Kala
itu Pasukan Indraprahasta dipimpin oleh Senapati Ragabelawa, sedang Senapati
Pedati bernama Bonggol Bumi seorang tetua dari Desa Sindang Jero [mungkin
sekarang namanya menjadi Sindang Dalem]. Dalam pertempuran itu dimenangkan oleh
Indraprahasta, sehingga Raja Wiryabanyu banyak memperoleh harta rampasan perang
yang membuat bertambah makmurnya negara.
Sedang Naskah Keprabonan menyebutkan bahwa Raden Permanah
Rasa sebelum naik tahta pernah terjadi perselisihan dengan putra raja dari lain
garwa, sehingga menyebabkan ia terusir keluar dari keraton. Dalam masa
pengembaraannya ia menelusuri Kali Cimanuk dan sempat tinggal satu kapal dengan
pedagang dari Palembang yang hilir mudik melewati Kali Cimanuk untuk melakukan
transaksi perdagangan bertemu dengan para pedagang dari daerah atau negara
lain. Karena Juragan Palembang selalu mendapatkan tekanan, akhirnya Raden
Pemanah Rasa pergi ke Sindang Kasih. Selanjutnya ia menikah dengan Nyi Ambet
Kasih putri dari Ki Gedheng Sindang Kasih tersebut. Setelah mendapat kekuatan
dari sana ia dapat menduduki tahta Pakuan Pajajaran dengan gelar Sri Baduga
Maharaja Prabu Siliwangi.
Peristiwa tersebut memberikan gambaran bahwa Kali
Cimanuk mempunyai posisi penting pada masa Raden Permanah Rasa sebelum naik
tahta yaitu sekitar tahun 1400 M. Peristiwa sejarah ini diperkuat dengan bukti
situs di daerah Pegaden Pekandangan yang diyakini oleh masyarakat sekitar ada
situs petilasan Prabu Siliwangi yang terletak di bantaran Kali Cimanuk.
Sedangkan
Nang Sadewo dalam bukunya “SUDUT, JEJAK INDRAMAJOE TEMPOE DOELOE” juga merekan
jejak seorang Portugis bernama Tom Pieres yang pernah singgah di pelabuhan
Cimanuk, ia mencatat tentang adanya pelabuhan di Cimanuk. Dalam buku tersebut
juga banyak disajikan foto-foto masa lalu, termasuk Gedung BOMZAKEN yang
dibangun pada Abad 18, semacam kantor izin berlayar yang terletak di sebelah
Kantor Pos sekarang.
IV.
LURUHNYA
WANGSA WIRALODRA
Menurut Babad Dermayu, setelah Raden Wiralodra berhasil
membangun Pedukuhan Cimanuk yang semakin hari terus maju pesat maka pada suatu
hari diproklamirkanlah nama sebuah negara sesaui pesan Nyi Endang Darma yang
telah bersama-sama turut meramaikan pedukuhan tersebut. Berikut penggalan Pupuh
Dangdang Gula ;
Radyan nulya angdika arum Raden kemudian
berkata
Eh sanak kadang sadaya Hei sanak
saudara semua
Kang aneng sami ing ngriki Yang
berada di sini
Mugya den saksenana Semoga
turut menyaksikan
Enggene sami mangun negari Tatkala
membangun negara
Mapan sampun dados Negara Sekarang
sudah terwujud
Kelawan karya hyang manon Dengan izin Hyang
Manon [Allah]
Negara dados sampun Negara
sudah berdiri
Sarta sira sami nyakseni Maka kamu
sekalian turun menyaksikan
Pan ingsun aweh jenengan Aku akan
memberikan nama
Negara darmayu iku Negara
DARMAYU
Umatur sadaya tiyang semua orang
menhatur
Anakseni ingkang negari menyaksikan
nama negara
Kawula suka sedaya Hamba semua
merasa suka
Nama Darmayu merupakan kenangan Raden Wiralodra
terhadap Nyi Endang Darma yang berparas cantik jelita [Ayu] dan sangat
dicintainya. Kemudian ia mengangkat dirinya menjadi Tumenggung [pertama] yang
tinggal di Wisma Katemenggungan untuk mengatur kepemerintahannya. Setelah wafat
maka berturut-turut digantikan oleh keturunannya yang masih menggunakan gelar
Wiralodra, Raden Wirapati [Wiralodra II] --- Raden Sawerdi [Wiralodra III].
Sepeninggalnya Raden Sawerdi maka terjadilah perebutan kedudukan Dalem Dermayu
oleh kedua putranya yaitu Raden Benggala dan Benggali. Keadaan menjadi
bersitegang hingga jabatan Dalem menjadi lowong beberapa bulan, maka datanglah
keputusan dari Batavia untuk turut menyelesaikan persoalan.
Berdasarkan keputusan Kompeni, maka untuk melerai
pertikaian kedua belah pihak maka kedudukan Dalem diberikan tenggang waktu masing-masing
selama tiga tahun secara bergiliran. Maka terlebih dahulu Raden Benggala tetap
menduduki Dalem Dermayu dengan gelar Wiralodra IV, sementarana Raden Benggali
dalam masa tunggu bersama keluarganya dibawa ke Batavia. Disanalah pihak
Belanda menjejali pandangan hidup/moral gaya barat yang menjauhi dari
nilai-nilai leluhur Jawa. Sehingga setelah meggantikan kedudukan kakaknya menjadi
Dalem Darmayu dengan gelar Dalem Singalodra. Nampak prilakuknya
sewenang-wenang, ia senang pesta pora yang berlebihan menghambur harta.
Sehingga kepemerintahan mulai tidak teratur, hal ini mewariskan situasi negara
Darmayu yang kurang baik kepada penerusnya. Itulah sebenarnya yang diinginkan
oleh Belanda, agar Darmayu mudah dikendalikan karna dilanda krisis.
Tatkala pada masa Dalem Semangun, karena keadaan
masyarakat yang semakin sengsara oleh prilaku penjajah yang banyak bersekongkol
dengan pribumi kaum ningrat. Maka timbulah pemberontakan Ki Bagus Rangin dan
kawan-kawan yang sangat heroik dan terkenal itu. Trah Wiralodra terkena
imbasnya, kedudukannya sebagai Dalem hanya sebagai boneka saja. Pada waktu itu
sama halnya dengan keadaan di Kesultanan/Kerajaan di tempat lain, Belanda
sangat berkuasa bahkan ada Sultan yang digajih [Sejarah Cirebon, Naskah Keraton
Kacirebonan].
V.
RAMALAN
DAN HARAPAN
Kekacauan
dan kesengsaraan yang menimpa negara Darmayu itu sebenarnya sudah ditelaah
sejak awal oleh leluhur, dalam Manuskrip Menjangan Raden Wiralodra menyampaikan
pesan ;
1.
// duka awak mami bénjang turun pitu / dumugi
para kadang nira padha / tréntya tana sepah udrasi / wis lami sédané iki /
patang rah tana luput luruh / lan sebapa ira wigar / saking kurang temen néki /
ira mangtata iku dén awaspa / bélaha la tana //
2.
// priyagung kang pogta / kata kawula
sasara / sap awor ping désan pasulayan / rowang lawan prajurit / karanten akéh
kang mati / akéh angin sindung riwut / kilat tatit liliweran / tetanduran rusak
sami / pra bupati saandhapé pada susah //
3.
// susah pari susah beras / kebo sapi akéh
mati / bénjang mraja padésan sami / nanging banjur buh ana / karohmatan kang
linuhung / darma ayu harja tana sawiji-wiji / pertélakna yén ana taksaka
nyabrang //
4.
// kali cimanuk pernah / ana sumur kajayan
dres mili / dlupak murub tanpa patra / sedaya pan mukti malih / somahan lawan
prajurit / pong[ga]wa kalawan pra agung / samiya tentrem atinya / bo[k] menawa
harja tumuli / iku sakéhing negara pada raharja //
Terjemah
bebas ;
1.
Entahlah pada keturunanku yang ketujuh,
demikian juga dengan sanak keturunan saudara-saudara. Para sesepuh sudah lama
meninggalkan mereka. Pada generarsi ke empat tanah [negara] meluruh. Disebabkan
karena kurang benar-benar tekun [dalam mengolah negara]. Maka kamu sekalian
bersiap-siaplah serta waspada, belalah tanah negara.
2.
Para pembesar di kota, banyak kawula pada
sengsara. Hingga merambah ke pedesaan pada pasulayan [susah putus asa, saling
berkhianat]. Bersama dengan prajurit karena banyak yang gugur. Banyak angin ribut
[bencana, kerusuhan], kilat suara petir berseliweran [kerusuhan, perang dengan
bedil meriam. Senjata yang memercikan bunga api dengan suara yang menggelegar].
Para bupati dan bawahannya pada kesusahan.
3.
Susah beras padi, kerbau sapi banyak yang
mati. Kelak peristiwa ini merambah sampai ke desa-desa. Tetapi kemudian ada
rahmat yang linuhung [agung, mulia] Darma Ayu kembali makmur merata.
Perhatikanlah jika ada ular [naga] menyebrang
5.
Kali Cimanuk, ada sumur kejayan deras
mengalir, lampu menyala tanpa minyak. Semua akan kembali makmur, somahan
[suami-istri, keluarga] dan prajurit, ponggawa dan para pembesar. Mereka akan
merasa tentram hatinya, barangkali saja [kelak] akan kembali selamat
makmur, banyak negara pada raharja
[makmur aman sentosa].
Sekiranya
dapatlah kita garis bawahi dan menyimak pesan leluhur, bahwa negara Darmayu
[Indramayu] akan menjadi adil makmur merata
jika ada ;
a.
Ular [naga] menyebrang Kali Cimanuk
Tekad dan kemauan kita yang keras untuk
menyebrangi rintangan sehingga sampai pada tujuan. Kali Cimanuk adalah sebagai
gambaran kehidupan yang penuh rintangan [angker, banyak binatang buas, aliran
air yang deras dan dalam]
b.
Ada sumur kejayan deras mengalir
Sumber mata air [sdm manusia] yang
terus mengalir deras berunculan, sebab untuk mengolah dan memajukan negara itu
diperlukan ilmu pengetahuan yang mumpuni pada bidangnya masing-masing.
c.
Lampu menyala tanpa minyak
Adalah nyala qalbu yang terang
disinari oleh cahya ilahiah, leluhur berharap agar para pemimpun Darmayu adalah
orang-orang yang dekat dengan tuhan secara nyata. Sehingga ia mampu
mengejawantahkan sikap kebijakan yang mulia, maka insyaallah orang tersebut
dapat memujudkan “mulih harja anana sawiji-wiji.”
VI.
SENI
TRADISI
Warisan seni tradisi Indramayu sangat kaya
dan beragam, jika dikembangkan secara serius maka bisa saja mendorong perubahan
perekonomian ke arah yang lebih maju. Sementara itu dalam buku SUDUT Jejak
Indramajoe Tempoe Doeloe Nang Sadewo merekan jejak perkembangan dari masa
kemasa. Dokumentasi foto-foto masa silam seakan-akan menceritakan keadaan masa
itu. Campur tangan Belanda, seni tradisi, ngarot, model busana, kebaya lancaran, kesenian bantengan, berokan,
terbang, jaran lumping, wayang dan lain lain. Buku ini seakan memberitahukan
kepada generasi muda untuk lebih mengenal secara lebih dekat tentang
perkembangan Indramayu dari masa ke masa, sehingga kitapun akan mendapatkan gambaran
yang lebih lengkap dan realistis.
Supali Kasim dkk dalam “Sastra Lokal
dan Warna Lokal Cerbon-Dermayu” juga menggambarkan ; sastra lisan, syair
tembang [macapat, klasik, modern], crita guyon, crita cindek, puisi, dan sastra
warna lokal. Dan juga dalam Suluk dan Jawokan Ekspresi Sastra dan Mistik
Masarakat Cerbon-Dermayu, telah mengungkap fakta tentang kebiasan masyarakat
yang terkait dengan keyakinan dan spiritual mereka.
Ketiga buku itu merekan jejak masa
lalu dan kekinian serta menggambarkan secara utuh tentang keberadaan masyarakat
Indramayu, seyogyanya kita terus bisa melestarikan warisan budaya adiluhung
tersebut agar kita tetap tegas ajeg dalam jati diri Wong Dermayu.
Daftar Pustaka
1. Babad
Dermayu Naskah Kertasmaya
2. Babad
Dermayu Naskah Tambi
3. Babad
Dermayu Naskah Pamayahan
4. Lontar
Babad Darma Ayu Nagari
5. Manuskrip
Kulit Menjangan
6. Babad
Bagelen, Perpusnas Jakarta
7. Naskah
Tangkil Carub Kanda Baba Cirebon
8. Naskah
Keraton Kacirebonan Sejarah Cirebon
9. Naskah
Keraton Keprabonan Silsilah Cirebon
10. Naskah
Pangeran Wangsakerta
11. Sudut
Jejak Indramajoe Tempoe Doeloe, Nang Sadewo
12. Suluk
dan Jawokan Ekspresi Sastra dan Mistik Masyarakat Cerbon Dermayu, Supali Kasim
dkk
13. Sastra
Lokal dan Warna Lokal Cerbon – Dermayu, Supali Kasim dkk
14. Kamus
Jawa Kuna Indonesia, P.J. Zoetmulder – S.O. Robson
matur nyalin olih ora ki tarka?
ReplyDeleteMangga mawon, asal narasumber sampun kelalen milu katulis... salam budaya
DeleteIzin share ki
ReplyDeletemongggoo...
Delete