Sunday, November 25, 2018

Indramayu, Kabuyutan Jawa Dwipa

KABUYUTAN

Sekitar empat tahun yang lalu SAJAKP (Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung) diminta untuk membantu menstransliterasi 2 copy Naskah Kuno Majalengka, karena wandhan (model) aksara jawanya yang cukup rumit, maka baru bisa dikerjakan beberapa tahun berikutnya. Naskah pertama sudah selesai, belum selesai naskah kedua. Tiba-tiba kami dihubungi teman dari Sumedang untuk melihat keberadaan naskah warisan dari buyutnya itu.

Setelah kami berkunjung ke sana ternyata naskah kuno tersebut milik Ki Sura yang berasal dari Kuningan. Dalam naskah tersebut ada sebuah pesan, jika hendak membacanya hendaklah "Meleum Menyan". Membakar  kemenyan adalah tradisi kuna, selain untuk pengharum ruangan ternyata menyan juga bagus untuk terapi merangsang syaraf-syaraf otak yang positif. Naskah Haurngombong yang berjudul Kitab Waruga Gemet itu menyebutkan ; Prabu Galuh serta keturunannya dari bangsa lelembut dan manusia, rupaya hubungan dengan mahluk halus sudah terjelain sejak dahulu dan tercatat dalam beberapa naskah kuno, sebagaimana Babad Cirebon Naskah Sindang milik Ki Kuwu Luruh, Arya Kiban diiringi wadyabala dedemit, Babad Dermayu, ketika Ki Tinggil membakar kemenyan maka datanglah Kalacungkirng Hulubalang Lalanglang Jagat bertamu ke Kerajaan Siluman Pulomas. demikian juga dengan Carub Kanda Naskah Tangkil menceritakan serupa.

Waruga Gemet menceritakan penyebaran trah Ratu Galuh dari lelembut dan manusia yang menjadi penguasa dialamnya masing-masing. Bahkan ditengarai meski berbeda alam kedua trah itu menjalin persaudaraan sebagaimana layaknya manusia saling membantu sesama saudara. Trah dari Lelembut / Manusia ada yang mendapatkan gelar Sanghiyang atau Kabuyutan. sementara itu Naskah Kuno Majalengka berjudul Kitab Purwaning Jagat, ketiga naskah tersebut sepertinya berasal dari daerah yang saling berdekatan serta menggunakan gaya tulis dan bahasa (Cirebonan, sunda) yang hampir sama. Bisa disimpulkan menceritakan keturunan Ratu Sunda, (Prabu Galuh) hingga ke ; Cirebon, Telaga, Sumedang Larang, Sumur Bandung, Indramayu dan lain-lain.

Bagian kedua belas dari Carub Kanda menceritakan semua para Kabuyutan yang merupakan keturunan Galuh yang berbadan halus sehingga tidak terlihat oleh mata telanjang. Mereka hidup berbawur namun bukan beragama Islam tetapi ikut melindungi anak cucu manusia (keturunan Galuh, Pajajaran) sepulau Jawa. [hlm. 76] Mereka berbadan seperti peri, dedemit, merkayangan yang suka menampakan diri terhadap manusia. Melindungi kepada anak cucu yang menjadi raja-raja di Pulau Jawa, oleh karena itu haruslah diketahui akan nama-nama para Kabuyutan.   Mudah-mudahan saja menjadikan sawab lantaran keselamatan bagi perjalanan hudupmu. Yang tinggal di Pulau Jawa semuanya patut mendapatkan perlindungan, dijaga akan kedudukannya oleh para buyut yang masih merupakan trah Prabu Siliwangi. Para Kabuyutan itu ada yang tinggal di ; Talaga, Kuningan, Cirebon, yang juga masih keturunan dari Ratu Sunda.





No comments:

Post a Comment